Petrus Salestinus, Koordinator TPDI (Foto : Istimewa)

JAKARTA, BERITA FLORES – Pelarangan Komisioner KPU Manggarai disertai dengan pengusiran terhadap wartawan yang meliput acara debat publik pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Manggarai saat debat publik Paslon Sabtu lalu, merupakan tindakan yang sangat memalukan, terlebih-lebih larangan dan pengusiran itu dengan berlindung di balik dalil protokol Covid-19.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mengungkapkan hal itu melalui siaran pers pada Senin, 16 November 2020.

Petrus mengatakan, sebagai penyelenggara pilkada, mestinya hal-hal yang menjadi asas dan prinsip penyelenggaraan pilkada sebagaimana diatur di dalam pasal 3 UU (Undang-Undang, red) Pemilu itu harus dikedepankan dan dijunjung tinggi. Justru protokol Covid-19 seharusnya menjamin dan menyelamatkan asas dan prinsip penyelenggaraan Pilkada, dengan membatasi jumlah orang yang masuk, tetapi elemen masyarakat yang wajib hadir tetap harus diprioritaskan, termasuk unsur media atau wartawan, bukan mendahulukan protokol Covid-19, lalu asas dan prinsip dikorbankan.

Menutut Advokat Peradi itu, di dalam UU Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, itu diatur asas Pemilu yaitu langsung, bebas, umum, jujur dan rahasia, juga mengatur mengenai prinsip penyelenggaraan Pemilu. Pemilu harus dilaksanakan berdasarkan prinsip kepastian hukum, akuntabel, keterbukaan, proporsional, profesional, dan lain-lain.

“Karena acaranya adalah debat kandidat, maka kehadiran pers atau wartawan mutlak adanya. Wartawan merupakan elemen yang mewakili peran serta masyarakat dalam proses Pemilu, karena itu menolak wartawan berarti menolak partisipasi masyarakat,” beber dia.

Bagi Petrus, wartawan yang diusir bisa saja melaporkan penyelenggara pilkada atau KPU Kabupaten Manggarai ke DKPP, karena melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang juga melanggar hukum, termasuk UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

“Apa yang hendak ditutup-tutupi oleh Komisioner? tidak jelas. Atau jangan-jangan, KPU sudah menjadi corong salah satu Paslon?,” kata Petrus.

TPDI mendukung upaya wartawan menempuh upaya hukum termasuk mengadukan Komisioner KPU Manggarai ke DKPP dan institusi hukum lainnya, karena tindakan Komisioner KPU Manggarai jelas melanggar hukum, etika, dan pedoman perilaku Komisioner KPU, yang berimplikasi hukum yaitu debat publik dan penilaian hasilnya menjadi batal demi hukum.

Ia menegaskan, KPU Kabupaten Manggarai telah melakukan pelanggaran protokol kesehatan selama debat berlangsung antara lain: 1) Komisioner KPU tidak menggunakan masker saat mendatangi Jurnalis untuk kedua kalinya. Pemakaian masker baru  dilakukan saat ditegur Jurnalis. 2) Tidak menempatkan fasilitas cuci tangan dan tidak mengukur suhu tubuh di pintu masuk tempat debat. 3) Komisioner KPU, Bawaslu, undangan tidak menjaga jarak dan tidak menggunakan faceshield. 4) Komisioner KPU, Bawaslu bersalaman dengan cara berpegangan tangan dengan kandidat usai debat.

Petrus menguraikan, begitu pula pengusiran wartawan atas nama protokol Covid-19 atau berlindung di balik prokes Covid-19, akan tetapi pada waktu yang bersamaan Komisioner KPU Kabupaten Manggarai pun melanggar protokol Covid-19 sebagaimana poin 1 sampai dengan 4 di atas. Artinya misi KPU Kabupaten Manggarai tidak memberi contoh keteladanan, tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada publik terutama kepada calon pemimpin soal kepatuhan terhadap hukum, soal konsistensi dan keteladanan. Dan ini adalah bagian dari arogansi didalam proses melahirkan pemimpin, karenanya tidak heran kalau dari Pilkada selalu lahir pemimpin yang arogan dan minim tabiat atau keteladanan. (R11/TIM).

Previous articleKetua KPU NTT Berbohong dan Gagal Paham hingga Langgar Prokes
Next article“Kopi dari Hati” Hadir di Kota Ruteng dengan Cita Rasa yang Khas dan Harga Terjangkau

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here